Kamis, 16 September 2010

Paradoks dari sebuah angka nol

If the temperature this morning is 0 degrees and the Weather Channel says, "it will be twice as cold tomorrow", what will the temperature be?

Yunani dapat menaklukkan Persia, tapi semua filsuf Yunani tidak pernah berhasil menaklukkan Zeno, seorang matematikawan bengal yang melahirkan banyak apradoks. Salah satu paradoksnya yang paling terkenal adalah Achilles and the tortoise. Achilles - kesatria pada perang Troya, mitologi Yunani, berlomba lari dengan kura-kura, tetapi Achilles tidak dapat mengalahkan kura-kura yang berjalan lebih dahulu.

Zeno menganalogikan paradoks ini dengan membayangkan lomba lari Achilles dan seekor kura-kura. Keduanya dianggap lari dengan kecepatan konstan dan kura-kura sudah tentu jauh lebih lambat. Untuk itu, si kura-kura diberi keuntungan dengan start awal di depan, katakanlah 100 meter. Ketika lomba sudah dimulai, Achilles akan mencapai titik 100 m (titik di mana kura-kura mula-mula). Tetapi si kura ini juga pasti sudah melangkah maju, jauh lebih lambat memang, katakanlah dia baru melangkah 10 meter. Beberapa saat kemudian Achilles berada di titik 110 m, tapi si kura lagi-lagi udah melangkah maju. Pertanyaannya adalah kapan Achilles dapat menyusul kura-kura?

Sekilas teori tersebut hanya omong kosong, namun tidak bisa pula dibantah karena penjelasan Zeno cukup masuk akal. Secepat apapun Achilles berlari dan selambat apapun kura-kura berjalan, tetap mereka tidak akan bertemu dalam satu titik. Para filsuf jaman itu pun tidak mampu membuktikan paradoks tersebut, walaupun mereka tahu bahwa kesimpulan akhirnya adalah “salah”.

Butuh waktu ribuan tahun sebelum matematikawan dapat memecahkannya dengan menggunakan metode limit dalam cabang ilmu Kalkulus. Orang Yunani tidak mampu menangani ketakterhinggaan. Mereka berpikir keras tentang konsep kosong (void) tetapi menolak (angka) 0 sebagai angka. Hal ini pula yang membuat mereka pernah dapat menemukan kalkulus.

Belajar dari paradoks Achilles and the tortoise, seorang sahabat mengisahkan sebuah hal unik yang membedakan antara seorang scientist dan engineer.

Suatu ketika, ada seorang gadis yang tengah diperebutkan oleh dua orang laki-laki. Laki-laki yang pertama seorang scientist, sedangkan yang satu lagi berprofesi sebagai engineer. Untuk menentukan siapa yang berhak menjadi pasangannya, sang gadis memberikan tugas untuk kedua laki-laki tersebut. Sang gadis berkata, “Di antara kalian berdua, siapa saja yang mampu mencapai tempatku berdiri sekarang adalah laki-laki yang kelak aku nikahi. Tapi dengan syarat, kalian hanya bisa mendekat ke arahku sejauh setengah jarak dari posisi awal kalian sampai tempat aku berdiri. Setelah itu kalian mendekat setengah jarak lagi. Lalu mendekat setengah jarak lagi, dan seterusnya hingga kalian dapat mencapai tempat aku berdiri.”

Sang ilmuwan mencobanya. Ia berdiri pada jarak 100 meter dari si gadis. Lalu berjalan hingga mencapai jarak 50 meter dari si gadis. Kemudian bergerak lagi sampai jaraknya tinggal 25 meter. Dia mendekat lagi sampai jaraknya tinggal 12,5 meter dari si gadis. Dia terus mendekat ke arah gadis itu hingga dia berdiri sangat dekat dengan sang gadis. Namun tiba-tiba dia berteriak, “Hal ini selamanya tidak akan bisa terjadi karena sesuatu jika terus di bagi dua tidak akan pernah menjadi nol. Aku menyerah.”

Berganti sang engineer mencobanya. Ia melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan si ilmuwan. Sampai saat dia berdiri sangat dekat dengan sang gadis, lalu ia memeluknya sambil berkata, “Sesuatu yang terus dibagi dua hingga menjadi nominal yang sangat kecil bagiku sama saja dengan nol. Kini aku telah ada di tempatmu berdiri.”

3 komentar:

  1. interesting story :)
    izin copy ya..........

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

      Hapus
  2. silahkan,
    kalo mau di repost, tolong sertakan backlink ke blog ini ya, makasih ^^

    BalasHapus