Fulan adalah seorang tukang kayu keliling di sebuh negeri. Kehidupannya yang serba kekurangan tidak membuatnya berkeluh kesah. Ia selalu bersemangat menjalani pekerjaannya dan mensyukuri apa yang bisa ia dapatkan setiap harinya.
Suatu hari, ketika Fulan sedang menjual kayunya di desa sebelah, ia merasa sangat lapar karena belum makan sejak pagi. Ia mengunjungi sebuah warung sate kambing di desa tersebut, namun uangnya hanya cukup untuk membeli seporsi nasi tanpa lauk. Akhirnya ia hanya membeli nasi dan memakannya di sebelah warung tersebut.
Sambil menyuap nasi, sesekali Fulan menghirup aroma sate kambing yang sedang dibakar. Sang pemilik warung yang mengetahui hal tersebut langsung menghardiknya. Fulan dianggap telah mencuri aroma sate kambing yang sedang dibakar dan harus membayar sekeping uang emas untuk asap yang telah ia hirup.
Tentu saja Fulan menolak membayar karena yang dituntut si pemilik warung adalah hal yang tidak masuk akal. Si pemilik warung geram dan mengadukan kejadian tersebut kepada hakim setempat. Dalam persidangan, hakim bertanya kepada pemilik warung, "Apa yang hendak Engkau adukan?"
Si pemilik warung berkata, "Fulan telah mencuri aroma sate kambing yang sedang aku bakar sehingga aku rugi karenanya. Aku menuntut ia untuk membayar sekeping uang emas atas asap yang ia hirup."
Sang Hakim mengangguk lalu mengeluarkan sekeping uang emas dan melemparkannya ke hadapan si pemilik warung sehingga uang itu berdenting. Ia lalu berkata, "Wahai tuan, apakah Engkau mendengar suara dentingan uang emas yang aku lemparkan kedekatmu? Itulah bayaran yang pantas untuk asap yang telah Fulan ambil darimu."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar