Tidak ada yang menyangka kini "Honda" telah menjadi dinasti dunia otomotif. Semuanya berawal ketika Soichiro Honda mengalami kegagalan dalam membangun usaha.
Sebelum menjadi montir, Soichiro menjadi pengasuh bayi pemilik bengkel. Demi cita-citanya untuk menyalurkan bakat dan mengembangkan kemampuan, Soichiro mernima pekerjaan itu dengan senang hati. Melihat kegigihan Soichiro, akhirnya pemilik Art Shokai Company mengangkat Soichiro menjadi montir.
Pemilik Art Shokai Company, Saka Kibara, sangat kagum melihat cara kerja Soichiro yang cekatan, ulet dan teliti. Semenjak ia menjadi montir, pelanggan bengkel itu semakin banyak. Mereka terkesan atas kerja Soichiro yang mampu memperbaiki kerusakan dalam waktu singkat.
Enam tahun bekerja menjadi montir, pengetahuan Soichiro tentang mesin semakin matang. Saka membangun cabang bengkel baru di Hamamatsu dan Sochiro ditempatkan disana sebagai pemimpin bengkel.
Di bengkel Hamamatsu, Soichiro menunjukkan prestasi yang luar biasa. Ia sering menerima perbaikan yang telah ditolak bengkel lain. Sambil mengelola bengkel, Soichiro menciptakan ruji-ruji pelek mobil dari logam. Waktu itu ruji-ruji pelek mobil dibuat dari kayu sehingga mudah rusak. Ruji-ruji logam ciptaannya laku keras dan diekspor ke luar negeri. Soichiro pun memperoleh hak paten atas ruji-ruji itu.
Pada tahun 1938, Soichiro memutuskan untuk mengundurkan diri dari Art Shokai Company dan membangun bengkel sendiri. Ia membuat ring piston yang merupakan komponen vital pada mesin. Sayangnya, komponen piston buatannya ditolak Toyota dengan alasan tidak memenuhi standar. Ring piston buatannya dinilai tidak lentur dan tidak mungkin laku dijual. Kegagalan itu membuat Soichiro frustasi hingga jatuh sakit.
Dua bulan kemudian, ia pulih kembali. Keingintahuannya tentang cara pembuatan ring piston mendorongnya untuk melakukan percobaan terus menerus. Sampai akhirnya ring piston buatannya diterima Toyota. Pihak Toyota memberikan kontrak. Soichiro pun berniat mendirikan pabrik, namun rencana itu terganjal karena saat itu Jepang sedang bersiap-siap melancarkan perang sehingga pemerintah tidak mau memberikan dana untuk investasi.
Soichiro tidak putus asa. Ia menghubungi beberapa orang dekatnya untuk meminta dana. Akhirnya ia mampu mendirikan pabrik dari dana sumbangan sekelompok orang. Akan tetapi ia harus mengenyam "pil pahit". Pabriknya terbakar. Setelah dibangun lagi, pabriknya ambruk akibat gempa bumi. Soichiro pun menjual lahan pabriknya ke Toyota dan membuka usaha lain.
Pada tahun 1947, Jepang mengalami krisis ekonomi akibat kekalahan dalam PD II. Dampak krisis perekonomian begitu hebat, Soichiro pun jatuh miskin. Namun, karena memiliki akal panjang, ia mencoba-coba menempelkan motor kecil pada sepeda -yang merupakan cikal bakal sepeda motor.
Sepeda yang diberi motor itu ternyata menjadi kendaraan yang sangat efisien. Sepeda motor buatan Soichiro digandrungi tetangga dan masyarakat disekitarnya. Lambat laun, berbagai pesanan datang dari berbagai pelosok Jepang.
Pada 24 September 1948, Soichiro mendirikan Honda Motor Company (HMC). Prototype pertamanya sendiri lahir pada Agustus 1948 yang dinamai "Dream" (seperti halnya spirit dan filosofi HMC, "The Power of Dream").
Selain menggeluti dunia mesin, SOichiro juga tergila-gila terhadap dunia balap mobil. Hal ityui pula yang kemudian mejadi kunci suskesnya. pada 1962, pabriknya memproduksi mobil. Dua tahun kemudian, Soichiro melibatkan diri dalam arena balap Formula 1. Sejak itu Soichiro terus mendulang kesuksesan. Kini sepeda motor dan mobil Honda memadati lalu lintas dunia, termasuk Indonesia.
Soichiro selalu berpesan untuk tidak melihat keberhasilannya dalam menggeluti bidang otomotif. Ia mengingatkan untuk melihat kegagalan-kegagalan yang dialaminya. "Jika Anda mengalami kegagalan, mulailah bermimpi dan mimpikanlah mimpi baru," demikian salah satu nasihatnya. Soichiro meninggal di usia 84 tahun pada 5 Agustus 1991 karena gagal lever.